Portal Opini Nasional & Suara Publik Independen

Larangan Parkir di Jalan Tunjungan Surabaya: Omzet Usaha Turun 50 Persen, DPRD Desak Evaluasi

Berita
Anonim: Penulis Anonim • Agustus 21, 2025 • 4 menit baca • Berita
Sponsor

Surabaya – Sejak larangan parkir di sepanjang Jalan Tunjungan resmi diberlakukan pada 15 Juli 2025, denyut bisnis di kawasan ikonik Surabaya itu mulai meredup. Sejumlah pemilik kafe, restoran, dan toko ritel mengeluhkan penurunan omzet hingga 50 persen. Jalan yang dulu ramai menjadi destinasi wisata belanja dan kuliner malam kini tampak lengang. Keluhan ini lantas mendapat perhatian serius dari DPRD Kota…

CTA Tim Marketing & Business Development MSM Parking

IKLAN SPONSOR: https://msmparking.com/

Surabaya – Sejak larangan parkir di sepanjang Jalan Tunjungan resmi diberlakukan pada 15 Juli 2025, denyut bisnis di kawasan ikonik Surabaya itu mulai meredup. Sejumlah pemilik kafe, restoran, dan toko ritel mengeluhkan penurunan omzet hingga 50 persen. Jalan yang dulu ramai menjadi destinasi wisata belanja dan kuliner malam kini tampak lengang.

Keluhan ini lantas mendapat perhatian serius dari DPRD Kota Surabaya, yang mendesak Pemerintah Kota untuk segera melakukan evaluasi. “Tertib lalu lintas memang penting, tapi jangan sampai kebijakan ini membunuh pelaku usaha yang justru menjadi daya tarik wisata kota,” ujar salah satu anggota Komisi B DPRD Surabaya, Kamis (21/8).

Bisnis Lokal Menjerit

Menurut catatan komunitas pengusaha setempat, sejak larangan parkir berlaku, rata-rata pendapatan usaha turun drastis. Beberapa kafe bahkan melaporkan jumlah pelanggan harian berkurang hingga separuh.

“Pelanggan malas datang karena bingung mau parkir di mana. Kalau sekadar mampir 1–2 jam, mereka keberatan harus jalan kaki jauh,” ungkap Arif, pemilik kafe di Tunjungan. Ia menyebut situasi ini membuat pengusaha kecil terpaksa memangkas jam operasional dan mengurangi karyawan.

Tak hanya kafe, beberapa toko fashion lokal juga terkena imbas. Mereka yang biasa bergantung pada keramaian malam kini harus menghadapi kios kosong tanpa pembeli. “Tunjungan identik dengan kehidupan malam Surabaya, tapi sekarang sepi. Ini bahaya untuk citra kawasan,” tambah Arif.

Desakan DPRD

Melihat kondisi ini, DPRD Kota Surabaya menilai kebijakan larangan parkir sebaiknya dikaji ulang. Menurut legislator, pemerintah kota semestinya tidak sekadar melarang, tetapi juga menyediakan solusi yang konkret.

“Kalau alasannya macet, harus ada rekayasa lalu lintas. Kalau alasan ketertiban, maka siapkan kantong parkir resmi. Jangan dibiarkan warga dan pengusaha menanggung kerugian sendirian,” kata Ketua Komisi C DPRD.

DPRD bahkan meminta Wali Kota mengundang perwakilan pengusaha, pelaku UMKM, dan operator transportasi untuk duduk bersama mencari jalan keluar.

Usulan dari Pelaku Usaha

Para pengusaha tidak menolak sepenuhnya kebijakan larangan parkir, tetapi mereka menginginkan jalur kompromi. Beberapa usulan yang muncul antara lain:

Menyediakan lokasi parkir alternatif dengan akses mudah, seperti area Siola atau Halaman Kantor BPN, yang masih berada di sekitar Tunjungan.

Memberi petunjuk jelas kepada pengunjung, baik lewat papan informasi, aplikasi, maupun media sosial resmi Pemkot, agar orang tahu di mana bisa parkir.

Menggelar event kreatif seperti festival musik jalanan, pameran seni, hingga turnamen e-sports untuk menjaga keramaian dan daya tarik Tunjungan meski ada aturan baru.

“Kalau hanya melarang, orang malas datang. Tapi kalau ada acara seru, mereka rela parkir agak jauh lalu jalan kaki,” ujar Yuni, pemilik toko batik di Tunjungan.

Dilema Kota Besar

Fenomena Tunjungan sejatinya bukan hal baru. Banyak kota besar menghadapi dilema serupa: di satu sisi, pemerintah ingin mengurangi kemacetan dan parkir liar, tetapi di sisi lain, bisnis lokal menggantungkan hidup dari aksesibilitas kendaraan pribadi.

Pakar transportasi ITS, Dr. Dwi Ananto, menilai pemerintah kota harus menyiapkan transisi yang lebih lunak. “Solusi jangka panjang bisa dengan transportasi publik terintegrasi. Namun jangka pendek, pemerintah wajib menyediakan kantong parkir resmi agar warga tidak bingung,” jelasnya.

Peluang Bagi Swasta

Situasi ini juga membuka peluang bagi perusahaan pengelola parkir profesional untuk ikut terlibat. Operator parkir seperti Secure Parking, CentrePark, atau MSM Parking Group dapat menawarkan konsep kantong parkir digital yang terhubung dengan aplikasi pemandu.

Dengan sistem cashless, e-ticketing, hingga valet service, wisatawan dan warga tidak perlu pusing mencari lahan parkir. Bahkan, integrasi dengan transportasi daring bisa membuat akses ke Tunjungan semakin mudah.

“Jika Pemkot menggandeng swasta, masalah bisa diselesaikan lebih cepat. Tidak perlu bangun gedung baru, cukup optimalisasi lahan-lahan terdekat dengan sistem profesional,” ujar Dr. Dwi.

Menjaga Ikon Kota

Jalan Tunjungan bukan sekadar ruas jalan, melainkan ikon sejarah dan wisata Surabaya. Dari gedung bersejarah Siola hingga hotel legendaris Majapahit, kawasan ini telah lama menjadi etalase wajah kota. Menurunnya aktivitas ekonomi di Tunjungan otomatis akan memengaruhi citra Surabaya sebagai kota wisata modern.

Karena itu, solusi atas larangan parkir bukan hanya soal teknis lalu lintas, tetapi juga menyangkut identitas dan daya saing kota.

Penutup

Kini bola berada di tangan Pemkot Surabaya. Apakah kebijakan larangan parkir di Tunjungan akan tetap dipertahankan tanpa perubahan, ataukah pemerintah mau mendengar keluhan pengusaha dan warga?

Yang jelas, waktu berjalan cepat. Jika dalam beberapa bulan ke depan tidak ada solusi nyata, bukan hanya pengusaha yang rugi, melainkan juga Surabaya sebagai kota yang sedang giat membangun citra pariwisata dan ekonominya.

Seperti kata salah satu pemilik restoran di Tunjungan: “Kami tidak menolak aturan. Kami hanya ingin bisa terus hidup.”

Butuh Palang Parkir Otomatis?
Kenali solusi MSM Parking untuk perumahan, mall, dan RSUD. Klik di sini.
683SHARES5.7kVIEWS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *